Sabtu, 23 Mei 2015
Untuk yang tersayang, Nahdiyah.
Nahdiyah, namamu. Hanya
itu namamu.
Memang nama yang
singkat. Tapi aku tak berharap cintamu padaku, pun cintaku padamu, tak
sesingkat itu. Aku berharap cinta kita sepanjang nama Pablo Picasso, pelukis
abstrak yang nama lengkapnya sepanjang rel kereta.
Oh tidak, nama Picasso
atau rel kereta masih mempunyai ujung. Aku berharap kebersamaan kita tiada
berujung.
Benar Diyah, aku
mencintaimu! Kau sudah tahu itu. Dan aku selalu serius ketika mencintai
seseorang. Aku sudah memimpikan masa depanku denganmu.
Diyah, meski kau bukan
yang pertama tapi kamulah yang utama saat ini, dan aku berharap seterusnya.
Aku pun tahu aku
bukanlah yang pertama bagimu. Sembilan buah mantan yang kau ceritakan menjadi
tanda bahwa kau tentunya telah kenyang dalam hal cinta. Tentu aku belum apa-apa
jika dibandingkan mereka.
Hampir semua dari
mereka, mantan-mantanmu itu, lebih tua darimu. Pasti mereka sudah dewasa. Dan
lagi-lagi aku kalah dalam hal kedewasaan usia dari mereka.
Diyah, tiap kali
mencintai seseorang, pertanyaan yang selalu menjadi ketakutanku tetap sama.
Yaitu, “bagaimana jika dia bukanlah jodohku?” atau “bagaimana jika nanti aku
tak bersamanya?”
Tentu saja pertanyaan
ini juga berlaku saat ini, saat aku mencintaimu, Yah.
Sebenarnya wajar, tapi sebetulnya
bodoh. Wajar jika aku takut tak bisa bersama orang yang aku cintai. Bodoh
karena sebenarnya jodoh atau tidaknya kita telah diatur oleh Tuhan. Tapi
mengapa masih aku risaukan? Aku bodoh...
Kau pernah bilang, dan
sering kau bicarakan bahwa kau ingin menikah muda. Lebih tepatnya di usiamu
yang ke-21. Iya kan?
Menikah di usia 21
sebetulnya tidak terlalu muda, ideal untuk seorang wanita. Itu katanya BKKBN
sih.
Jika kau menikah di
usia 21 berarti usiaku masih 20. Jika kau menikah di usia 21 berarti aku masih
kuliah, kau juga. Aku belum bisa menikah jika masih sekolah.
Jika kau menikah di
usia 21 berarti kau tidak menikah denganku. Dan aku tak ingin itu terjadi.
Sekarang usia 21
milikmu sedang berjalan menuju 22. Dan aku senang kau belum menikah.
Kata BKKBN lagi, usia
ideal menikah untuk laki-laki adalah 25. Apa? Kau tidak mau menikah di usia
setua itu? Dua lima aku, dan dua enam untukmu? Kau tidak mau?
Tenang, Yah! Aku lebih
mendengarmu daripada BKKBN. Kita bisa ambil jalan tengah. Kau ingin 21, dan
idealku 25. Kita ambil 23 saja, bagaimana? Hehehe.
Fokusku saat ini adalah
lulus kuliah tepat waktu, dan mapan secepatnya. Dan pada saat itu, aku akan
datang kepadamu. Semoga aku tidak terlambat. Tunggu aku, Diyah!
5 komentar:
so sweet, samapi menitikkan air mata ketika membacanya.
Kenapa kok nangis, sayang?
terharu, tapi juga pengen ketawa. hihi
Emang ada yang lucu ta?
Posting Komentar