Selasa, 01 September 2015

Untukmu, yang Tersayang

Sabtu, 23 Mei 2015
Untuk yang tersayang, Nahdiyah.
Nahdiyah, namamu. Hanya itu namamu.
Memang nama yang singkat. Tapi aku tak berharap cintamu padaku, pun cintaku padamu, tak sesingkat itu. Aku berharap cinta kita sepanjang nama Pablo Picasso, pelukis abstrak yang nama lengkapnya sepanjang rel kereta.
Oh tidak, nama Picasso atau rel kereta masih mempunyai ujung. Aku berharap kebersamaan kita tiada berujung.
Benar Diyah, aku mencintaimu! Kau sudah tahu itu. Dan aku selalu serius ketika mencintai seseorang. Aku sudah memimpikan masa depanku denganmu.
Diyah, meski kau bukan yang pertama tapi kamulah yang utama saat ini, dan aku berharap seterusnya.
Aku pun tahu aku bukanlah yang pertama bagimu. Sembilan buah mantan yang kau ceritakan menjadi tanda bahwa kau tentunya telah kenyang dalam hal cinta. Tentu aku belum apa-apa jika dibandingkan mereka.
Hampir semua dari mereka, mantan-mantanmu itu, lebih tua darimu. Pasti mereka sudah dewasa. Dan lagi-lagi aku kalah dalam hal kedewasaan usia dari mereka.
Diyah, tiap kali mencintai seseorang, pertanyaan yang selalu menjadi ketakutanku tetap sama. Yaitu, “bagaimana jika dia bukanlah jodohku?” atau “bagaimana jika nanti aku tak bersamanya?”
Tentu saja pertanyaan ini juga berlaku saat ini, saat aku mencintaimu, Yah.
Sebenarnya wajar, tapi sebetulnya bodoh. Wajar jika aku takut tak bisa bersama orang yang aku cintai. Bodoh karena sebenarnya jodoh atau tidaknya kita telah diatur oleh Tuhan. Tapi mengapa masih aku risaukan? Aku bodoh...
Kau pernah bilang, dan sering kau bicarakan bahwa kau ingin menikah muda. Lebih tepatnya di usiamu yang ke-21. Iya kan?
Menikah di usia 21 sebetulnya tidak terlalu muda, ideal untuk seorang wanita. Itu katanya BKKBN sih.
Jika kau menikah di usia 21 berarti usiaku masih 20. Jika kau menikah di usia 21 berarti aku masih kuliah, kau juga. Aku belum bisa menikah jika masih sekolah.
Jika kau menikah di usia 21 berarti kau tidak menikah denganku. Dan aku tak ingin itu terjadi.
Sekarang usia 21 milikmu sedang berjalan menuju 22. Dan aku senang kau belum menikah.
Kata BKKBN lagi, usia ideal menikah untuk laki-laki adalah 25. Apa? Kau tidak mau menikah di usia setua itu? Dua lima aku, dan dua enam untukmu? Kau tidak mau?
Tenang, Yah! Aku lebih mendengarmu daripada BKKBN. Kita bisa ambil jalan tengah. Kau ingin 21, dan idealku 25. Kita ambil 23 saja, bagaimana? Hehehe.
Fokusku saat ini adalah lulus kuliah tepat waktu, dan mapan secepatnya. Dan pada saat itu, aku akan datang kepadamu. Semoga aku tidak terlambat. Tunggu aku, Diyah!

5 komentar:

Unknown mengatakan...

so sweet, samapi menitikkan air mata ketika membacanya.

Be mengatakan...

Kenapa kok nangis, sayang?

Be mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

terharu, tapi juga pengen ketawa. hihi

Be mengatakan...

Emang ada yang lucu ta?

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 Apa yang Saya Pikirkan?
Theme by Yusuf Fikri